Kamis, 08 Maret 2012

Bahasa indonesia 2 Penalaran

Tugas Tulisan Bahasa Indonesia 2



Pengertian Penalaran 

Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera(pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar. Ada dua jenis metode dalam menalar yaitu deduktif dan induktif. 

Dalam penalaran, proposisi-proposisi yang menjadi dasar penyimpulan dinamakan antesedens atau premis sedangkan kesimpulannya disebut konsekuens atau konklusi. Di antara premis dan konklusi, ada hubungan tertentu yang lazim disebut konsekuensi.

Produk penalaran berupa pengetahuan berkaitan dengan aktivitas berpikir bukan aktivitas emosi. B. Pascal mengatakan bahwa hati manusia sebenarnya mempunyai logika sendiri, namun tidak semua aktivitas berpikir berlandaskan pada penalaran. Oleh karena itu, penalaran merupakan aktivitas berpikir yang mempunyai ciri-ciri tertentu dalam menemukan suatu kebenaran.

Ada dua ciri yang menunjukkan bahwa penalaran merupakan sebuah aktivitas berpikir. Pertama, dalam penalaran terdapat pola berpikir yang disebut logika atau proses berpikir logis. Proses berpikir logis harus diterapkan secara konsisten (taat azas) dan konsekuen sehingga kita menggunakan pola berpikir yang sama untuk hal-hal tertentu. Jangan sampai terjadi, dalam menetapkan suatu proposisi, orang bertitik tolak dari proposisi-proposisi yang berbeda. Hal ini tentu saja tidak logis. Kedua, dalam penalaran adanya sifat yang analitis dari proses berpikir manusia. Sifat analitis ini didasarkan pada logika tertentu dengan pola-pola berpikir tertentu pula. Oleh karena itu, langkah-langkah yang ditempuhnya pun akan sesuai dengan pola pikir yang digunakan sebagai landasannya.

Proses penalaran meliputi aktivitas mencari preposisi-preposisi untuk disusun menjadi premis. Selanjutnya, orang akan menilai kaitan proposisi-proposisi di dalam premis itu berakhir dengan penetapan konklusi. Penyimpulan dalam pengertian sesungguhnya bukan meliputi aktivitas menemukan proposisi-proposisi yang disusun dalam premis, melainkan hanya menilai hubungan proposisi-prososisi didalam premis dan menentukan konklusinya.

Penalaran itu sebenarnya aktivitas berpikir yang masih abstrak. Hasil penalaran itu dimanifestasikan dalam bahasa yang lazim disebut argumen. Argumen inilah yang sebenarnya bukti dalam menentukan kebenaran konklusi dari suatu premis.

Selain cara pengambilan konklusi seperti di atas, dalam kehidupan sehari-hari terdapat suatu penarikan konklusi yang tidak didasarkan atas penalaran yang berlandaskan logika. Ada proses berpikir yang tidak dilandasi oleh penalaran yang dikenal dengan sebutan intuisi. Intuisi dapat dimaknai sebagai suatu aktivitas berpikir yang non-analitik dan tanpa dilandasi oleh pola-pola tertentu. Dengan demikian, cara berpikir manusia dapat dibedakan atas: (1) berpikir yang dilandasi oleh pola-pola tertentu yang taat azas yangdisebut penalaran; dan (2) berpikir yang tidak taat azas yang disebut dengan intuisi.

Macam – macam penalaran
Ada dua macam penalaran :
1. Penalaran deduktif
2. Penalaran Induktif
Penalaran deduktif adalah penalaran yang bertolak dari sebuah konklusi / kesimpulan yang didapat dari satu atau lebih pernyataan yang lebih umum. Dalam penalaran deduktif terdapat premis.premis. Yaitu proposisi tempat menarikkesimpulan.Penarikan kesimpulan secara deduktif dapat dilakukan secara langsung dan tidaklangsung.Penarikan secara langsung ditarik dari satu premis. Penarikan tidak langsung ditarik dari dua premis.Premis pertama adalah premis yang bersifat umumsedangkan premis kedua adalah yang bersifat khusus.Jenis penalaran deduksi yang menarik kesimpulansecara tidak langsung yaitu :
a. Silogisme Kategorial
b. Silogisme Hipotesis
c. Silogisme Alternatif
d. Entimen
Silogisme Kategorial adalah Silogisme yangterjadi dari tiga proposisi.Premis umum : Premis Mayor (My)Premis khusus :Premis Minor (Mn)Premis simpulan : Premis Kesimpulan (K)Dalam simpulan terdapat subjek danpredikat. Subjek simpulan disebut termmayor, dan predikat simpulan disebut term minor.

Aturan umum dalam silogisme kategorial sebagai berikut :
1.Silogisme harus terdiri atas tiga term yaitu : term mayor,term minor, term penengah.
2.Silogisme terdiri atas tiga proposisi yaitu premis mayor,premis minor, dan kesimpulan.
3.Dua premis yang negatif tidak dapat menghasilkansimpulan.
4.Bila salah satu premisnya negatif, simpulan pasti negatif.
5.Dari premis yang positif, akan dihasilkan simpulan yangpositif.
6.Dari dua premis yang khusus tidak dapat ditarik satusimpulan.
7.Bila premisnya khusus, simpulan akan bersifat khusus.
8.Dari premis mayor khusus dan premis minor negatif tidakdapat ditarik satu simpulan.

Contoh silogisme Kategorial :
My : Semua mahasiswa adalah lulusan SLTA
Mn : Badu adalah mahasiswak
K: Badu lulusan SLTA
My: Tidak ada manusia yang kekal
Mn: Socrates adalah manusia
K: Socrates tidak kekal
b. Silogisme Hipotesis: Silogisme yang terdiri atas premismayor yang berproposisi konditional hipotesis.
Konditional hipotesis
yaitu : bila premis minornyamembenarkan anteseden, simpulannya membenarkankonsekuen. Bila minornya menolak anteseden,simpulannya juga menolak konsekuen.Contoh :

My: Jika tidak ada air, manusia akan kehausan.
Mn: Air tidakada.
K: Jadi, Manusia akan kehausan.
My: Jika tidak ada udara, makhluk hidup akan mati.
Mn: Makhluk hidup itu mati.
K: Makhluk hidup itu tidak mendapat udara.

c.Silogisme
 Alternatif :
Silogisme yang terdiri atas premismayor berupa proposisi alternatif.
Proposisi alternatif
yaitu bila premis minornyamembenarkan salah satu alternatifnya. Simpulannya akanmenolak alternatif yang lain.
d. EntimenSilogisme ini jarang ditemukan dalamkehidupan sehari-hari, baik dalam tulisanmaupun lisan. Yang dikemukakan hanya premisminor dan simpulan.Contoh entimen:
1)Dia menerima hadiah pertama karena dia telahmenang dalam sayembara itu.
2) Anda telah memenangkan sayembara ini,karena itu Anda berhak menerima hadiahnya.

2.PENALARAN INDUKTIF
Penalaran yang bertolak dari penyataan-pernyataan yang khusus danmenghasilkan simpulan yang umum.Bentuk-bentuk Penalaran Induktif a.
Generalisasi
: Proses penalaran yangmengandalkan beberapa pernyataan yangmempunyai sifat tertentu untukmendapatkan simpulan yang bersifat umum.
Contoh generalisasi :

1)Jika dipanaskan, besi memuai.Jika dipanaskan, tembaga memuai.Jika dipanaskan, emas memuai.Jika dipanaskan, platina memuaiJadi, jika dipanaskan, logam memuai.
2)Jika ada udara, manusia akan hidup.Jika ada udara, hewan akan hidup.Jika ada udara, tumbuhan akan hidup.Jadi, jika ada udara mahkluk hidup akan hidup.
b) Analogi : Cara penarikan penalarandengan membandingkan dua hal yangmempunyai sifat yang sama.

Proporsi
Proporsi merupakan kata yang sangat biasa dipakai dalam kehidupan sehari-hari dan sangat familiar di telinga kita, akan tetapi pertanyaannya adalah apakah kita sudah tahu apa arti sebenarnya dari proporsi. Kita sering mengatakan "Wah, orang itu tinggi badan dan berat badannya proporsional", atau dengan kata yang lain "Kalau berbuat sesuatu itu yang proporsional, jangan berlebih-lebihan". Sebenarnya apakah arti dari proporsional. Menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Indrawan, 2000, p.409) proporsi adalah keseimbangan. Jadi ungkapan yang di depan tadiWah, orang itu tinggi badan dan berat badannya proporsional" berarti antara tinggi badan dan berat badan seimbang.

 Pengertian Konklusi
Penarikan konklusi atau inferensi ialah proses mendapatkan suatu proposisi yang ditarik dari satu atau lebih proposisi, sedangkan proposisi yang diperoleh harus dibenarkan oleh proposisi (proposisi) tempat menariknya. Proposisi  yang  diperoleh  itu disebut  konklusi. Penarikan  suatu  konklusi  dilakukan  atas  lebih  dari  satu  proposisi dan jika dinyatakan dalam bahasa disebut argumen. Proposisi yang digunakan untuk menarik proposisi baru disebutpremis sedangkan  proposisi  yang  ditarik  dari  premis  disebut  konklusi atau  inferensi.
Penarikan  konklusi  ini dilakukan  denga  dua  cara  yaitu  induktif  dan  deduktif  .  Pada  induktif,  konklusi  harus lebih  umum  dari  premis  (premisnya),  sedangkan  pada  deduktif,  konklusi  tidak  mungkin  lebih  umum  sifatnya  dari  premis (premisnya).  Atau  dengan  pengertian  yang  popular,  penarikan  konklusi  yang  induktif  merupakan hasil berfikir dari soal-soal yang khusus membawanya kepada kesimpulan-kesimpulan yang umum. Sebaliknya, penarikan  konklusi  yang  deduktif  yaitu  hasil proses berfikir dari soal-soal yang umum kepada kesimpulan-kesimpulan  yang  khusus.
Penarikan suatu  konklusi  deduktif  dapat  dilakukan denga dua cara yaitu secara langsung dan tidak langsung. Penarikan  konklusi  secara  langsung dilakukan jika premisnya hanya satu buah. Konklusi  langsung  ini sifatnya  menerangkan  arti  proposisi  itu. Karena  sifatnya  deduktif,  konklusi  yang  dihasilkannya  tidak  dapat  lebih umum  sifatnya  dari  premisnya.  Penarikan  konklusi  secara  tidak  langsung  terjadi  jika  proposis i  atau  premisnya lebih  dari  satu.  Jika  konklusi  itu  ditarik  dari dua proposisi yang diletakan sekaligus, maka bentuknya disebut silogisme (silogisme  ini  akan  dibahas  pada  bab  khusus).
Karena  silogisme  akan  dibahas  pada  bab  khusus, maka  pada  bab  ini  akan  dipaparkan  penarikan  konklusi secara  langsung.

B.     Macam  Penarikan  Konklusi  secara  Langsung
Mehra  dan  Burhan  memaparkan  cara  penarikan  konklusi  secara  langsung  dapat  dibedakan  atas:
 (1) conversi;  (2) obversi;  (3) kontraposisi;  (4) inversi; dan  (5) oposisi.  Selanjutnya  berikut  paparannya.
1)      Conversi
Conversi merupakan sejenis penarikan konklusi secara langsung yang terjadi transposisi antara S dengan P proposisi  tersebut. Proposisi  yang diberikan disebut convertend dan konklusi yang diambil dari proposisi yang diberikan  disebut  converse.
Konklusi  yang  dipeoleh  dengan  cara  conversi  yang  harus  mengikuti  prinsip-prinsip:
(1)     converted menjadi  P converse;
(2)     converted menjadi  S converse;
(3)     Kualitas  converse sama dengan  kualitas  converted;  dan
(4)     Term  yang  tak  tersebar  dalam  converted,  tidak  dapat  pula  tersebar  dalam  converse.

Penggunaan  prinsip  conversi  ini  pada  keempat  jenis  proposisi  dapat  dilihat  pada  uraian  tersebut.
a)    Conversi “A” : Conversi “A” memberikan “I”
Menurut  ketentuan, conversi “A” haruslah  afirmatif,  maksudnya  harus  sala h  satu “A” atau “I”. Conversi “A” tidak  mungkin “A” lagi, sebab jika  itu  terjadi, S conversi  yang  merupakan  P converse  akan  tersebar dalam convertend  tidak  dapat  pula  tersebar  dalam  concerse. Jadi,  jelaslah  bahwa  converse “A” haruslah “I”
Convertend  : Semua  S  adalah  P
Convese     : Sebagian  P  adalah  S
Contoh:  Semua  mahasiswa  adalah  tamatan  SLTA
             Sebagian  tamatan  SLTA  adalah  mahasiswa.

b)    Conversi “E” : Conversi “E” adalah “E” pula
Proposisi “E” adalah  negatif. Oleh  karena  itu, converse  nya  harus  negatif  juga.  Jika  kita  menarik  proposisi “E” dari proposisi “E” dengan cara conversi, maka  tidak  akan  terjadi  pelanggaran  penyebaran  term. S  maupun  P  dalam converted tersebar, oleh  karena  itu  dapat  pula  tersebar  dalam  converse.
Convertend : Tak  satu  pun  S  adalah  P
Converse    : Tak  satu  pun  P  adalah  P
Contoh:  Tak  seorang  manusia  pun  adalah  kera
       Tak  seekor  kera pun  a dalah  manusia

c)    Conversi “I” : Conversi “I” adalah “I” pula
Proposisi “I” adalah  afirmatif, oleh karena itu conversenya tidak mungkin “A” karena S dalam proposisi “A” tersebar. Jadi, jika  kita  menarik  proposisi “A” dari  proposisi “I” dengan  konversi,  akan  terjadi  pelanggaran terhadap  prinsip  keempat .  Itulah  sebab nya  conversi “I” akan  menghasilkan “I” pula.
Convertend :  S ebagian  S  adalah  P
Converse    : Sebagian  P  adalah  S

d)   Conversi “O” : Conversi  tidak  dapat  dilakukan  pada  p roposisi “O”
Karena  proposisi “O” negative, maka  converse  nya  harus  negative  pula. S  pada  proposisi “O” tidak  tersebar. Jika  proposisi “O” diconversikan, maka S akan menjadi  P converse, dengan demikian  akan  tersebar  oleh  karena conversenya  negatif.
Berdasarkan  paparan  di atas, kita  dapat  menyimpulkan  bahwa  dengan  conversi maka: (1) “A” menjadi “I”; (2) “E” menjadi “E”; (3) “I” menjadi “I”; dan (4) “O” tidak  dapat  diconversikan.

2)      Obversi
Obversi  merupakan sejenis penarikan konklusi secara langsung yang menyebabkan terjadinya perubahan kualitas sedang kan  artinya  tetap  sama. Dengan   perkataan  lain, obversi  memberikan  persamaan  dalam  bentuk negatif  bagi  proposisi  afirmatif  atau  persamaan  dalam  bentuk  afirmatif  bagi  proposisi  negatif.
Prinsip-prinsip obversi:
(1)   obverted sama  dengan  S obverse.
(2)   obverse adalah  kontradiktori  P obvertend.
(3)   Kualitas  obverse kebalikan  dari  kualita s obvertend
(4)   Kuantitas  obverse sama dengan  kuantitas  obvertend.
a)      Obversi “A” : Obversi “A” adalah “A”
Obvertend       : Semua  S  adalah  P
Obverse           : Tidak  satu pun  S  adalah  tidak  P
Contoh:  Semua  manusia  adalah  berakal
            Tidak  seorang pun  manusia  adalah  tidak  berakal.

b)      Obversi “E” : Obversi “E” adalah “A”
Obvertend       : Tidak  satu  pun  S  adalah  P
Obverse           : Semua  S  adalah  P
Contoh: Tidak  seorang pun  manusia  adalah  monyet
             Semua  monyet  adalah  tidak  manusia

c)      Obversi “I” : Obversi “I” adalah “O”
Obvertend       : Sebagian  S  adalah  P
Obverse           : Sebagian  S  tidaklah  tidak  P
Contoh: Sebagian  manusia  adalah  bijaksana
             Sebagian  manusia  tidaklah  tidak  bijaksana

d)     Obversi “O” : Obversi “O” adalah “I”
Obvertend       : Sebagian  S  adalah  P
Obverse           : Sebagian  S  adalah  tidak  P
Contoh: Sebagian  manusia  adalah  tidak lah  sakit
             Sebagian  manusia  adalah  tidak  sakit.
Berdasarkan  penjelasan  di atas,  kita  dapat  menyimpulkan  bahwa  dengan  obversi  maka: (1) “A” memberikan “E”; (2) “E” mmberikan “A”; (3) “I” memberikan “O”; dan (4) “O” memberikan “I”.

3)      Kontraposisi
Kontraposisi  merupakan sejenis konklusi secara langsung dengan cara menarik konklusi dari satu proposisi dengan  S  kontradiktoris  dari P yang diberikan. Konklusi dalam kontraposisi disebut kontrapositif, sedangkan untuk  proposisi  yang  diberikan  tidak  ada  istilah  yang  digunakan.
Prinsip-prinsip  yang  berlaku  untuk  menarik  konklusi  dengan  kontraposisi.
(1) S  konklusi  adalah  kontradiktori  P  yang  diberikan
(2) P  konklusi  adalah  S  proposisi  yang  diberikan
(3) Kualitasnya  berubah
(4) Tidak  ada  term  yang  tersebar dalam  konklusi  jika  tersebar  juga  dalam  premis. Jika  penyebaran  yang salah  tidak  terjadi,  maka  kuantitas  konklusi sama dengan kuantitas premis, sedangkan jika ada kemungkinan  untuk  penyebaran  yang  sama, maka  konklusi  menjadi  khusus  meskipun  premis universal.
Kontraposisi  merupakan  bentuk  majemuk  dari  penarikan  konklusi  secara  langsung  yang  mencakup obversi dan konversi. Dengan ringkas dapat dikatakan bahwa prinsip kontraposisi yaitu mula-mula diobservasikan kemudian diconversikan.

a)      Kontraposisi “A”
Proposisi “A” jika  di  observasikan  menjadi  “E”, dan
“E”  jika  di  konversikan  menjadi  “E”  pula.
 “A” -- Semua  S  adalah  P
“E” -- Tidak  satu pun  S  adalah  tidak  P
“E” -- Tidak  satu pun  tidak  P  adalah  S

b)      Kontraposisi “E”
Proposisi  “E”  jika  diobservaikan  menjadi  “A” dan
“A” kalau  dikonversikan  menjadi “I”
“A” -- Tidak  satu pun  S  adalah  P
“E” -- Semua  S  adalah  tidak  P
“E” -- sebagian  tidak  P  adalah  S

c)      Kontraposisi “O”
Dalam  hal  ini,  proposisi  yang  diberikan bersifat  universal  sedangkan  kontrapositfnya  adalah  khusus. Oleh karena  itu,  jika  kita  menarik  konklusi  dalam  bentuk  proposisi  universal,  maka  S “  tidak  P”  akan  tersebar, sementara  itu  dalam  premis  kedua  tidak  tersebar. Proposisi “I”  jika  diobservasikan  menjadi  “O”  dan  proposisi “O” tidak dapat  dikonversikan.  Proposisi “O” diobservasikan  menjadi “I”, dan “I” jika  dikonversikan  menjadi  “I” lagi. Jadi,kontraposisi “O” adalah “I”.
“O” -- Sebagian  S  tidaklah  P
“E” -- Sebagian  S  tidak  P
“E” -- Sebagian  tidak  P  adalah  S
Berdasarkan  penjelasan  di atas, kita  dapat  menyimpulkan  bahwa  dengan  kontraposisi, (1) “A” menjadi “E”; (2) “E” menjadi “I”; (3) “O” menjadi “I” ; dan (4) “I” tidak lah  ada  kontraposisinya.

4)      Inversi
Inversi  merupakan  sejenis penarikan konklusi secara langsung dengan S pada konklusi kontraktori dari S proposisi  yang  diberikan  . Proposisi  yang  diberikan  itu disebut invertendsedangkan konklusinya disebut inverse.
Terdapat dua jenis inversi yaitu inversi penuh dan inversi sebagian. Inversi penuh adalah inversi Pinversenya merupakan  kontraktori  dari  P proposisi  invertend. Inversi  sebagian  adalah  inversi  yang  P inversenya  sama  dengan  P invertendnya.
Prinsip-prinsip  yang  ada  dalam  inversi  sebagai  berikut.
(1) S inverse  adalah  kontraktori  S invertendnya.
(2) Dalam  inversi se  bagian  P inverse  sama  dengan  P invertendnya, sedangkan  dalam  inversi  penuh  P inverse adalah  kontraktori  dari  P invertend.
(3) Kualitas invertend universal dan  kuantitas  inverse  khusus. Jadi, hanya proposisi-proposisi  universal  yang dapat  di  inversikan.
(4) Dalam  inversi  penuh kualitas inverse sama dengan kualitas invertend, sedangkan dalam inversi sebagian kualitas inverse berbeda dari kualitas invertend
Inversi  merupakan  bentuk  majemuk  penarikan  konklusi  secara  langsung yang mencakup obversi dan conversi, namun, inversi berbeda dengan kontraposisi, dalam inversi tidak ada urutan tertentu tenatng penggunaan obverse dan inversi. Tujuan  utama  inversi  untuk  mendapatkan  konklusi  yang  merupakan kontraktori dari S proposisi yang diberikan. Dengan demikian, kita akan dapat  menarik  konklusi  dengan  conversi  dan  observasi  secara  terus-menerus  sampai  akhirnya  menemukan  konklusi yang dikehendaki. Namun, apabila  penarikan  itu dimulai dengan observasi ternyata  tidak dapat diteruskan, maka kita harus menghentikannya dan mulai lagi dengan conversi.

a)      Inversi “A”
Invertend “A”             : Semua  S  adalah  P
Observe (1) “E”          : Tidak  satu pun  S  adalah  tidak  P
Converse (2) “E”         : Tidak  satu pun  tidak  P  adalah  S
Observe (3) “A”          : Semua  tidak  P  adalah  tidak  S
Conserve (4) “I”          : Sebagian  tidak  S  adalah  tidak  P  (inversi lengkap)
Observe (5) “O”          : Sebagian  tidak  S  adalah  tidak  P  (inversi sebagian)
Jika  kita  memulainya  dengan  conversi  maka  kita  akan  terhenti  sebelum  hasil. Ha l  itu  disebabkan “O” tidak dapat  dikonversikan. Perhatikan  contoh  berikut.
Invertend “A” : Semua  S  adalah  P
Inverse “I”      : Sebagian  P  adalah  S
Observe “O”   : Sebagian  P  tidak  lah  tidak   S  (terhenti tidak dapat dilanjutkan)
Keterhentian  itu  disebabkan “O” tidak  dapat diconversikan  sebelum  emenemukan  hasil. “A” menjadi “I” dengan inversi  penuh  dan  menjadi  0  dengan  inversi  sebagian.

b)      Inversi “E”
Invertend “E”             : Tidak  satu pun  S  adalah  tidak  P
Converse (1) “E”         : Tidak  satu pu n  tidak  P  adala h  S
Observe (2) “E”          : Semua   P  adalah  tidak  S
Conserve (3) “A”        : Sebagian  tidak  S  adalah  P  (inversi sebagian)
Observe (4) “I”           : Sebagian tidak S tidaklah tidak P (inversi lengkap)
Karena itulah “E” memberikan “O” dengan inversi penuh dan menberikan “I” dengan inversi sebagian. Namun, jika untuk pertama kali kita memulai dengan obversi, maka proses inversi tidak akan dapat berlanjut karena akan “mandeg” pada “O”. Perhatikan!
Invertend “E”             : Tidak  satu pun  S  adalah  P
Observe (1) “A”          : Semua  S  adalah  tidak  P
Converse (2) “I”          : Sebagian  tidak  P  adalah  S
Observe (3) “O”          : Sebagian  tidak  P  adalah  tidak lah  tidak  S
(Karena  O  tiak  dapat  diconversikan, maka  inversi  in i  terhenti).

c)      Inversi “I”
Invertend “I”              : Sebagian  S  adalah  P
Observe (1) “I”           : Sebagian   P  adalah  S
Converse (2) “O”        : Sebagian   P  tidaklah  S
 (“O” tidak dapat diconversikan, maka inversi ini harus dihentikan dahulu dan kita mencoba lagi dengan obverse)
Invertend “I”              : Sebagian S tidaklah P
Observe (1) “O”          : Sebagian S tidaklah adalah P
 (Di sini pun terhenti karena “O”. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kita tidak dapat menginversikan “I”)

d)     Inversi “O”
Invertend “O”             : Sebagian S tidaklah P
Observe (1) “I”           : Sebagian S adalah tidak P
Converse (2) “I”          : Sebagian tidak P adalah S
Conserve (3) “O”        : Sebagian tidak P tidaklah tidak P
Terlihat bahwa proposisi “O” ini pun tidak dapat diconversikan. Oleh karena itu, sebaiknya kita mencoba pertama-tama dengan conversi.
Invertend “O” : sebagian S adalah tidak P
Ternyata proposisi “O” inipun tidak dapat diconversikan. Oleh karena itu proses deduksi ini harus dihentikan. Hasilnya, proposisi “O” ini tidak dapat diinversikan.
Berdasarkan pemaparan di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa dengan inversi penuh (1) “A” memberikan “I” , dan “(2) “E” memberikan “O” ; sedangkan dengan inversi sebagian (1) “A” memberikan “O” , (2) “E” memberikan “I” dan (3) “O” tidak dapat diinversikan.
Berikut ini table yang dibuat Mehra dan Burhan yang memberikan gambaran tentang hasil-hasil penarikan konklusi secara langsung.
5)      Oposisi
Istilah oposisi mengandung dua pengertian. Pertama, oposisi digunakan untuk menyatakan hubungan tertentu antara dua proposisi. Kedua, oposisi digunakan untuk menyatakan sejenis penarikan konklusi secara langsung. Pengertian yang pertama oposisi menunjukan hubungan antara empat macam proposisi yang mudah kita kenal yaitu subalternasi, kontradiktori, kontrari dan subkontrari. Pengertian yang kedua oposisi sebagai penarikan konklusi secara langsung berarti penarikan suatu proposisi lainnya dalam bentuk salah satu dari empat gabungan yang dinyatakan di atas. Mehra dan Burhan memaparkan keempatnya satu persatu seperti berikut ini.

1)      Oposisi  Subalteranasi
Subalterasi  merupakan  hubungan  yang  terdapat  antara  dua proposisi yang S dan P-nya sama tetapi kuantitasnya  berbeda  yakni  hubungan  antara “A” dan “I” serta “E” dan “O”.
Berikut ini merupakan prinsip-prinsip subalteranasi
(1) Kebenaran pada proposisi universal berarti kebenaran pula pada proposisi khusus yang bersesuaian dengannya, tetapi kebalikannya tidak berlaku.
(2) Kesalahan pada proposisi khusus berarti kesalahan pula pada proposisi universalnya yang bersesuaian tetapi keblikannya tidak berlaku.
Jika proposisi universal benar, maka proposisi khususnya yang bersesuaian pun benar. Atau, jika “A” benar maka “I” pun benar; dan jika “E” benar, maka “O” pun benar. Misalnya jika pada, “Semua orang adalah berakal; adalah benar, maka, “Sebagian manusia dalah berakal” juga benar. Jika proposisi khusus salah, maka proposisi universalnya yang bersesuaian pun salah. Maknanya, jika “I” salah, maka “A” pun salah dan jika “O” salah, maka “E” pun salah. Contohnya, jika pernyataan, “Sebagian orang adalah berakal” benar, maka pernyataan, “Semua orang adalah berakal” salah.
Sebaliknya, jika proposisi universalnya salah, maka bentuk khususnya yang bersesuaian tidak salah, tetapi diragukan. Misalnya, pada proposisi, “Semua orang adalah bodoh” salah, maka proposisi khusus yang bersesuaian, “Sebagian orang adalah bodoh” mungkin benar mungkin pula salah. Demikian pula dengan “O” dan “E”.
  
2)      Oposisi Kontrari
Oposisi kontrari adalah hubungan dua proposisi universal yang S dan P-nya sama, tetapi berbeda kualitasnya. Jadi hubungan antara “A” dan “E”. Prinsip oposisi ini yaitu kebenaran pada proposisi yang satu, berarti kesalahan pada proposisi yang isinya, namun untuk kebalikannya tidak berlaku.
Jika “A” benar, maka “E” salah; sebaliknya jika “E” benar, maka “A” salah. Misalnya, jika proposisi, “Semua manusia adalah bijaksana”, dinyatakan salah maka proposisi “E” yang menyatakan persesuaiannya, “Tidak seorang pun manusia adalah bijaksana” adalah salah. Jika proposisi “E”, “Tidak seorang pun manusia adalah bijaksana” dinyatakan benar, maka preposisi “A” yang berbunyi, “Semua orang adalah bijaksana” dinyatakan salah.
Kebalikan dari peraturan itu tidak benar. Kesalahan bagi yang satu tidak berarti kesalahan bagi yang lainnya. Oleh karena itu, jika ada proposisi, “Semua manusia adalah bjaksana” dinyatakan salah, maka tidak berarti proposisi, “Tidak seorang pun manusia adalah bijaksana” yang mrupakan hasil persesuaiannya dinyatakan benar. Proposisi “E” di sini diragukan.

3)      Oposisi subkontrari
Oposisi subkontrari adalah hubungan antara dua proposisi khusus yang S dan P-nya sama tetapi kualitasnya berbeda. Di sini hbungan antara “I” dan “O”. Prinsipnya yaitu kesalahan pada yang satu berarti kebenaran bagi yang lain, namun sebaliknya tidak berlaku.
Jika “I” salah, maka “O” benar, namun jika ”O” salah maka “I” benar. Misalnya, jika proposisi “I”, sebagian orang adalah bijaksana” dinyatakan salah, maka proposisi “O”, sebagian orang tidaklah bijaksana”, dinyatakan benar. Jika proposisi “O”, “Sebagian orang tidaklah bijaksana”, dinyatakan salah, maka proposisi “I”, sebagian orang adalah bijaksana”, dinyatakan benar.
Kebalikan dari peraturan itu tidak berlaku. Kebenaran pada suatu proposisi tidak berarti kesalahan pada proposisi yang lainnya. Jika proposisi “I”, “Sebagian orang adalah bijaksana” dinyatakan benar, maka proposisi “O” “sebagian orang tidaklah bijaksana” tidak salah, namun diragukan. Demikian pula pada “O” dan “I”.

4)      Oposisi  Kontra  diktori
Oposisi kontradiktori  adalah  hubungan  antara  dua proposis i  yang  S  dan  P-nya  sama  tetapi  berbeda  kualitas dan  kuantitasnya. Yang  dimaksud di sini adalah hubungan antara proposisi “A” dengan “E” dan “I” dengan “E”. Prinsipnya aalah kebenaran bagi yang satu berarti kesalahan bagi yang lannya, dan sebaliknya.
Prinsip  ini  menyatakan  bahwa  dua  poposisi  yang  kontradiktori  jika  satu  benar, maka  yang  lainnya  salah; dan jika yang satu salah  ma ka  yang  lain nya  benar. Dengan  perkataan  lain, keduanya  tidak  dapat sekaligus salah atau benar. Karena  itu dapat dikatakan bahwa oposisi kontradiktori  ini  merupakan  bentuk  oposisi  yang  sempurna  dlam logika.


http://id.wikipedia.org/wiki/Proporsi





Tidak ada komentar:

Posting Komentar