Tugas Tulisan Bahasa Indonesia 2
Pengertian Penalaran
Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak
dari pengamatan indera(pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan
pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi
yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru
yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar. Ada dua
jenis metode dalam menalar yaitu deduktif dan induktif.
Dalam penalaran,
proposisi-proposisi yang menjadi dasar penyimpulan dinamakan antesedens atau
premis sedangkan kesimpulannya disebut konsekuens atau konklusi. Di antara
premis dan konklusi, ada hubungan tertentu yang lazim disebut konsekuensi.
Produk penalaran berupa pengetahuan berkaitan
dengan aktivitas berpikir bukan aktivitas emosi. B. Pascal mengatakan bahwa
hati manusia sebenarnya mempunyai logika sendiri, namun tidak semua aktivitas
berpikir berlandaskan pada penalaran. Oleh karena itu, penalaran merupakan
aktivitas berpikir yang mempunyai ciri-ciri tertentu dalam menemukan suatu
kebenaran.
Ada dua ciri yang menunjukkan bahwa penalaran
merupakan sebuah aktivitas berpikir. Pertama, dalam penalaran terdapat pola
berpikir yang disebut logika atau proses berpikir logis. Proses berpikir logis
harus diterapkan secara konsisten (taat azas) dan konsekuen sehingga kita
menggunakan pola berpikir yang sama untuk hal-hal tertentu. Jangan sampai
terjadi, dalam menetapkan suatu proposisi, orang bertitik tolak dari
proposisi-proposisi yang berbeda. Hal ini tentu saja tidak logis.
Kedua, dalam penalaran adanya sifat yang analitis dari proses berpikir manusia.
Sifat analitis ini didasarkan pada logika tertentu dengan pola-pola berpikir
tertentu pula. Oleh karena itu, langkah-langkah yang ditempuhnya pun akan
sesuai dengan pola pikir yang digunakan sebagai landasannya.
Proses penalaran meliputi aktivitas mencari
preposisi-preposisi untuk disusun menjadi premis. Selanjutnya, orang akan
menilai kaitan proposisi-proposisi di dalam premis itu berakhir dengan
penetapan konklusi. Penyimpulan dalam pengertian sesungguhnya bukan meliputi
aktivitas menemukan proposisi-proposisi yang disusun dalam premis, melainkan
hanya menilai hubungan proposisi-prososisi didalam premis dan menentukan
konklusinya.
Penalaran itu sebenarnya aktivitas berpikir
yang masih abstrak. Hasil penalaran itu dimanifestasikan dalam bahasa yang
lazim disebut argumen. Argumen inilah yang sebenarnya bukti dalam menentukan
kebenaran konklusi dari suatu premis.
Selain cara pengambilan konklusi seperti di
atas, dalam kehidupan sehari-hari terdapat suatu penarikan konklusi yang tidak
didasarkan atas penalaran yang berlandaskan logika. Ada proses berpikir yang
tidak dilandasi oleh penalaran yang dikenal dengan sebutan intuisi. Intuisi
dapat dimaknai sebagai suatu aktivitas berpikir yang non-analitik dan tanpa
dilandasi oleh pola-pola tertentu. Dengan demikian, cara berpikir manusia dapat
dibedakan atas: (1) berpikir yang dilandasi oleh pola-pola tertentu yang taat
azas yangdisebut penalaran; dan (2) berpikir yang tidak taat azas yang disebut
dengan intuisi.
Macam – macam penalaran
Ada dua macam penalaran
:
1. Penalaran deduktif
2. Penalaran Induktif
Penalaran deduktif adalah penalaran yang bertolak dari sebuah konklusi
/ kesimpulan yang didapat dari satu atau lebih pernyataan yang lebih umum. Dalam
penalaran deduktif terdapat premis.premis. Yaitu proposisi tempat
menarikkesimpulan.Penarikan kesimpulan secara deduktif dapat dilakukan
secara langsung dan tidaklangsung.Penarikan secara langsung ditarik dari satu premis. Penarikan tidak langsung ditarik dari dua
premis.Premis pertama adalah premis yang bersifat umumsedangkan premis kedua
adalah yang bersifat khusus.Jenis penalaran deduksi yang menarik
kesimpulansecara tidak langsung yaitu :
a. Silogisme Kategorial
b. Silogisme Hipotesis
c. Silogisme Alternatif
d. Entimen
Silogisme Kategorial adalah Silogisme yangterjadi dari tiga proposisi.Premis
umum : Premis Mayor (My)Premis khusus :Premis Minor (Mn)Premis simpulan :
Premis Kesimpulan (K)Dalam simpulan terdapat subjek danpredikat. Subjek
simpulan disebut termmayor, dan predikat simpulan disebut term minor.
Aturan umum dalam silogisme kategorial sebagai berikut :
1.Silogisme harus terdiri
atas tiga term yaitu : term mayor,term minor, term penengah.
2.Silogisme terdiri atas
tiga proposisi yaitu premis mayor,premis minor, dan kesimpulan.
3.Dua
premis yang negatif tidak dapat menghasilkansimpulan.
4.Bila salah satu
premisnya negatif, simpulan pasti negatif.
5.Dari premis yang
positif, akan dihasilkan simpulan yangpositif.
6.Dari dua premis yang
khusus tidak dapat ditarik satusimpulan.
7.Bila premisnya khusus,
simpulan akan bersifat khusus.
8.Dari premis mayor khusus
dan premis minor negatif tidakdapat ditarik satu simpulan.
Contoh silogisme Kategorial :
My : Semua mahasiswa adalah lulusan SLTA
Mn : Badu adalah mahasiswak
K: Badu lulusan SLTA
My: Tidak ada manusia yang kekal
Mn: Socrates adalah manusia
K: Socrates tidak kekal
b. Silogisme Hipotesis: Silogisme yang terdiri atas premismayor
yang berproposisi konditional hipotesis.
Konditional hipotesis
yaitu : bila premis minornyamembenarkan
anteseden, simpulannya membenarkankonsekuen. Bila minornya menolak anteseden,simpulannya juga menolak konsekuen.Contoh :
My: Jika tidak ada air, manusia akan kehausan.
Mn: Air tidakada.
K: Jadi, Manusia akan kehausan.
My: Jika tidak ada udara, makhluk hidup
akan mati.
Mn: Makhluk hidup itu mati.
K: Makhluk hidup itu tidak mendapat
udara.
c.Silogisme
Alternatif
:
Silogisme yang terdiri atas premismayor berupa proposisi
alternatif.
Proposisi alternatif
yaitu bila premis minornyamembenarkan
salah satu alternatifnya. Simpulannya akanmenolak alternatif yang lain.
d. EntimenSilogisme ini jarang ditemukan dalamkehidupan
sehari-hari, baik dalam tulisanmaupun lisan. Yang dikemukakan hanya premisminor
dan simpulan.Contoh entimen:
1)Dia menerima hadiah
pertama karena dia telahmenang dalam sayembara itu.
2) Anda telah memenangkan
sayembara ini,karena itu Anda berhak menerima hadiahnya.
2.PENALARAN INDUKTIF
Penalaran yang bertolak dari penyataan-pernyataan yang khusus
danmenghasilkan simpulan yang umum.Bentuk-bentuk Penalaran Induktif a.
Generalisasi
: Proses penalaran yangmengandalkan beberapa pernyataan
yangmempunyai sifat tertentu untukmendapatkan simpulan yang bersifat umum.
Contoh generalisasi :
1)Jika dipanaskan, besi memuai.Jika dipanaskan, tembaga
memuai.Jika dipanaskan, emas memuai.Jika dipanaskan, platina memuaiJadi, jika dipanaskan, logam
memuai.
2)Jika ada udara, manusia akan hidup.Jika ada udara, hewan akan
hidup.Jika ada udara, tumbuhan akan
hidup.Jadi, jika ada udara mahkluk
hidup akan hidup.
b) Analogi : Cara penarikan penalarandengan membandingkan dua hal
yangmempunyai sifat yang sama.
Proporsi
Proporsi merupakan kata yang sangat biasa dipakai dalam kehidupan
sehari-hari dan sangat familiar di telinga kita, akan tetapi pertanyaannya
adalah apakah kita sudah tahu apa arti sebenarnya dari proporsi. Kita sering
mengatakan "Wah, orang itu tinggi badan dan berat badannya
proporsional", atau dengan kata yang lain "Kalau berbuat sesuatu itu
yang proporsional, jangan berlebih-lebihan". Sebenarnya apakah arti dari
proporsional. Menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Indrawan, 2000, p.409)
proporsi adalah keseimbangan. Jadi ungkapan yang di depan tadiWah, orang itu
tinggi badan dan berat badannya proporsional" berarti antara tinggi badan
dan berat badan seimbang.
Pengertian Konklusi
Penarikan konklusi atau inferensi ialah proses mendapatkan suatu
proposisi yang ditarik dari satu atau lebih proposisi, sedangkan proposisi yang
diperoleh harus dibenarkan oleh proposisi (proposisi) tempat menariknya.
Proposisi yang diperoleh itu disebut konklusi. Penarikan suatu konklusi dilakukan atas lebih dari satu proposisi dan jika dinyatakan dalam
bahasa disebut argumen. Proposisi yang digunakan untuk menarik
proposisi baru disebutpremis sedangkan proposisi yang ditarik dari premis disebut konklusi atau inferensi.
Penarikan konklusi ini dilakukan denga dua cara yaitu induktif dan deduktif . Pada induktif, konklusi harus lebih umum dari premis (premisnya), sedangkan pada deduktif, konklusi tidak mungkin lebih umum sifatnya dari premis
(premisnya). Atau dengan pengertian yang popular, penarikan konklusi yang induktif merupakan hasil berfikir dari soal-soal yang khusus membawanya kepada
kesimpulan-kesimpulan yang umum. Sebaliknya, penarikan konklusi yang deduktif yaitu hasil proses berfikir dari soal-soal yang umum kepada
kesimpulan-kesimpulan yang khusus.
Penarikan suatu konklusi deduktif dapat dilakukan denga dua cara
yaitu secara langsung dan tidak langsung.
Penarikan konklusi secara langsung dilakukan jika premisnya hanya satu buah. Konklusi langsung ini sifatnya menerangkan arti proposisi itu. Karena sifatnya deduktif, konklusi yang dihasilkannya tidak dapat lebih umum sifatnya dari premisnya. Penarikan konklusi secara tidak langsung terjadi jika proposis i atau premisnya
lebih dari satu. Jika konklusi itu ditarik dari dua proposisi yang diletakan
sekaligus, maka bentuknya disebut silogisme (silogisme ini akan dibahas pada bab khusus).
Karena silogisme akan dibahas pada bab khusus, maka pada bab ini akan dipaparkan penarikan konklusi secara langsung.
B. Macam Penarikan Konklusi secara Langsung
Mehra dan Burhan memaparkan cara penarikan konklusi secara langsung dapat dibedakan atas:
(1) conversi; (2) obversi; (3) kontraposisi; (4)
inversi; dan (5) oposisi. Selanjutnya berikut paparannya.
1) Conversi
Conversi merupakan sejenis penarikan konklusi secara langsung yang
terjadi transposisi antara S dengan P proposisi tersebut. Proposisi yang
diberikan disebut convertend dan konklusi yang diambil dari proposisi yang
diberikan disebut converse.
Konklusi yang dipeoleh dengan cara conversi yang harus mengikuti prinsip-prinsip:
(1) S converted menjadi P converse;
(2) P converted menjadi S converse;
(3) Kualitas converse sama dengan kualitas converted; dan
(4) Term yang tak tersebar dalam converted, tidak dapat pula tersebar dalam converse.
Penggunaan prinsip conversi ini pada keempat jenis proposisi dapat dilihat pada uraian tersebut.
a) Conversi “A” : Conversi “A” memberikan “I”
Menurut ketentuan, conversi “A” haruslah afirmatif, maksudnya harus sala h satu “A” atau “I”. Conversi “A” tidak mungkin “A” lagi, sebab jika itu terjadi, S conversi yang merupakan P converse akan tersebar dalam
convertend tidak dapat pula tersebar dalam concerse. Jadi, jelaslah bahwa converse “A”
haruslah “I”
Convertend : Semua S adalah P
Convese :
Sebagian P adalah S
Contoh: Semua mahasiswa adalah tamatan SLTA
Sebagian tamatan SLTA adalah mahasiswa.
b) Conversi
“E” : Conversi “E” adalah “E” pula
Proposisi “E” adalah negatif. Oleh karena itu, converse nya harus negatif juga. Jika kita menarik proposisi “E” dari
proposisi “E” dengan cara conversi, maka tidak akan terjadi pelanggaran penyebaran term. S maupun P dalam converted tersebar, oleh karena itu dapat pula tersebar dalam converse.
Convertend : Tak satu pun S adalah P
Converse :
Tak satu pun P adalah P
Contoh: Tak seorang manusia pun adalah kera
Tak seekor kera pun a dalah manusia
c) Conversi “I” : Conversi “I” adalah “I” pula
Proposisi “I” adalah afirmatif, oleh karena
itu conversenya tidak mungkin “A” karena S dalam proposisi “A” tersebar. Jadi,
jika kita menarik proposisi “A” dari proposisi “I” dengan konversi, akan terjadi pelanggaran terhadap prinsip keempat . Itulah sebab nya conversi “I” akan menghasilkan
“I” pula.
Convertend : S ebagian S adalah P
Converse :
Sebagian P adalah S
d) Conversi
“O” : Conversi tidak dapat dilakukan pada p roposisi “O”
Karena proposisi “O” negative, maka converse nya harus negative pula. S pada proposisi “O” tidak tersebar. Jika proposisi “O” diconversikan, maka S akan menjadi P converse, dengan demikian akan tersebar oleh karena conversenya negatif.
Berdasarkan paparan di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa dengan conversi maka: (1) “A” menjadi “I”; (2) “E” menjadi
“E”; (3) “I” menjadi “I”; dan (4) “O” tidak dapat diconversikan.
2) Obversi
Obversi merupakan sejenis penarikan konklusi secara langsung yang
menyebabkan terjadinya perubahan kualitas sedang kan artinya tetap sama. Dengan perkataan lain, obversi memberikan persamaan dalam bentuk negatif bagi proposisi afirmatif atau persamaan dalam bentuk afirmatif bagi proposisi negatif.
Prinsip-prinsip obversi:
(1) S obverted sama dengan S obverse.
(2) P obverse adalah kontradiktori P obvertend.
(3) Kualitas obverse kebalikan dari kualita s obvertend
(4) Kuantitas obverse sama dengan kuantitas obvertend.
a) Obversi
“A” : Obversi “A” adalah “A”
Obvertend :
Semua S adalah P
Obverse :
Tidak satu pun S adalah tidak P
Contoh: Semua manusia adalah berakal
Tidak seorang pun manusia adalah tidak berakal.
b) Obversi
“E” : Obversi “E” adalah “A”
Obvertend :
Tidak satu pun S adalah P
Obverse :
Semua S adalah P
Contoh: Tidak seorang pun manusia adalah monyet
Semua monyet adalah tidak manusia
c) Obversi
“I” : Obversi “I” adalah “O”
Obvertend :
Sebagian S adalah P
Obverse :
Sebagian S tidaklah tidak P
Contoh: Sebagian manusia adalah bijaksana
Sebagian manusia tidaklah tidak bijaksana
d) Obversi
“O” : Obversi “O” adalah “I”
Obvertend :
Sebagian S adalah P
Obverse :
Sebagian S adalah tidak P
Contoh: Sebagian manusia adalah tidak lah sakit
Sebagian manusia adalah tidak sakit.
Berdasarkan penjelasan di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa dengan obversi maka: (1) “A” memberikan “E”; (2) “E” mmberikan “A”; (3) “I”
memberikan “O”; dan (4) “O” memberikan “I”.
3) Kontraposisi
Kontraposisi merupakan sejenis konklusi secara langsung dengan
cara menarik konklusi dari satu proposisi dengan S kontradiktoris dari P yang
diberikan. Konklusi dalam kontraposisi disebut kontrapositif, sedangkan
untuk proposisi yang diberikan tidak ada istilah yang digunakan.
Prinsip-prinsip yang berlaku untuk menarik konklusi dengan kontraposisi.
(1) S konklusi adalah kontradiktori P yang diberikan
(2) P konklusi adalah S proposisi yang diberikan
(3) Kualitasnya berubah
(4) Tidak ada term yang tersebar dalam konklusi jika tersebar juga dalam premis. Jika penyebaran yang salah tidak terjadi, maka kuantitas konklusi sama dengan kuantitas premis, sedangkan jika ada kemungkinan untuk penyebaran yang sama, maka konklusi menjadi khusus meskipun premis
universal.
Kontraposisi merupakan bentuk majemuk dari penarikan konklusi secara langsung yang mencakup obversi dan konversi. Dengan ringkas dapat
dikatakan bahwa prinsip kontraposisi yaitu mula-mula diobservasikan
kemudian diconversikan.
a) Kontraposisi “A”
Proposisi “A” jika di observasikan menjadi “E”, dan
“E” jika di konversikan menjadi “E” pula.
“A” -- Semua S adalah P
“E” -- Tidak satu pun S adalah tidak P
“E” -- Tidak satu pun tidak P adalah S
b) Kontraposisi “E”
Proposisi “E” jika diobservaikan menjadi “A” dan
“A” kalau dikonversikan menjadi “I”
“A” -- Tidak satu pun S adalah P
“E” -- Semua S adalah tidak P
“E” -- sebagian tidak P adalah S
c) Kontraposisi “O”
Dalam hal ini, proposisi yang diberikan bersifat universal sedangkan kontrapositfnya adalah khusus. Oleh karena itu, jika kita menarik konklusi dalam bentuk proposisi universal, maka S “ tidak P” akan tersebar,
sementara itu dalam premis kedua tidak tersebar. Proposisi “I” jika diobservasikan menjadi “O” dan proposisi “O” tidak dapat dikonversikan. Proposisi “O” diobservasikan menjadi “I”, dan “I” jika dikonversikan menjadi “I” lagi. Jadi,kontraposisi
“O” adalah “I”.
“O” -- Sebagian S tidaklah P
“E” -- Sebagian S tidak P
“E” -- Sebagian tidak P adalah S
Berdasarkan penjelasan di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa dengan kontraposisi, (1) “A” menjadi “E”; (2) “E” menjadi
“I”; (3) “O” menjadi “I” ; dan (4) “I” tidak lah ada kontraposisinya.
4) Inversi
Inversi merupakan sejenis penarikan konklusi secara langsung
dengan S pada konklusi kontraktori dari S proposisi yang diberikan . Proposisi yang diberikan itu disebut invertendsedangkan konklusinya disebut inverse.
Terdapat dua jenis inversi yaitu inversi penuh
dan inversi sebagian. Inversi penuh adalah inversi Pinversenya merupakan kontraktori dari P proposisi invertend. Inversi sebagian adalah inversi yang P
inversenya sama dengan P invertendnya.
Prinsip-prinsip yang ada dalam inversi sebagai berikut.
(1) S inverse adalah kontraktori S invertendnya.
(2) Dalam inversi se bagian P inverse sama dengan P
invertendnya, sedangkan dalam inversi penuh P inverse adalah kontraktori dari P
invertend.
(3) Kualitas invertend universal
dan kuantitas inverse khusus. Jadi, hanya proposisi-proposisi universal yang
dapat di inversikan.
(4) Dalam inversi penuh kualitas inverse sama dengan
kualitas invertend, sedangkan dalam inversi sebagian kualitas inverse berbeda
dari kualitas invertend
Inversi merupakan bentuk majemuk penarikan konklusi secara langsung yang mencakup obversi dan conversi, namun, inversi berbeda dengan
kontraposisi, dalam inversi tidak ada urutan tertentu tenatng penggunaan
obverse dan inversi. Tujuan utama inversi untuk mendapatkan konklusi yang merupakan kontraktori dari S proposisi yang diberikan. Dengan demikian, kita
akan dapat menarik konklusi dengan conversi dan observasi secara terus-menerus sampai akhirnya menemukan konklusi yang dikehendaki. Namun, apabila penarikan itu dimulai dengan observasi ternyata tidak dapat diteruskan, maka kita harus
menghentikannya dan mulai lagi dengan conversi.
a) Inversi “A”
Invertend
“A” :
Semua S adalah P
Observe (1)
“E” : Tidak satu pun S adalah tidak P
Converse (2)
“E” : Tidak satu pun tidak P adalah S
Observe (3)
“A” : Semua tidak P adalah tidak S
Conserve (4)
“I” : Sebagian tidak S adalah tidak P (inversi lengkap)
Observe (5) “O” :
Sebagian tidak S adalah tidak P (inversi sebagian)
Jika kita memulainya dengan conversi maka kita akan terhenti sebelum hasil. Ha l itu disebabkan “O”
tidak dapat dikonversikan. Perhatikan contoh berikut.
Invertend “A” : Semua S adalah P
Inverse “I” :
Sebagian P adalah S
Observe “O” : Sebagian P tidak lah tidak S (terhenti tidak dapat dilanjutkan)
Keterhentian itu disebabkan “O” tidak dapat diconversikan sebelum emenemukan hasil. “A” menjadi “I” dengan inversi penuh dan menjadi 0 dengan inversi sebagian.
b) Inversi “E”
Invertend
“E” :
Tidak satu pun S adalah tidak P
Converse (1)
“E” : Tidak satu pu n tidak P adala h S
Observe (2)
“E” : Semua P adalah tidak S
Conserve (3)
“A” : Sebagian tidak S adalah P (inversi sebagian)
Observe (4)
“I” : Sebagian
tidak S tidaklah tidak P (inversi lengkap)
Karena itulah “E” memberikan “O” dengan inversi penuh dan
menberikan “I” dengan inversi sebagian. Namun, jika untuk pertama kali kita
memulai dengan obversi, maka proses inversi tidak akan dapat berlanjut karena
akan “mandeg” pada “O”. Perhatikan!
Invertend
“E” :
Tidak satu pun S adalah P
Observe (1)
“A” : Semua S adalah tidak P
Converse (2)
“I” : Sebagian tidak P adalah S
Observe (3)
“O” : Sebagian tidak P adalah tidak lah tidak S
(Karena O tiak dapat diconversikan, maka inversi in i terhenti).
c) Inversi “I”
Invertend
“I” :
Sebagian S adalah P
Observe (1)
“I” : Sebagian P adalah S
Converse (2)
“O” : Sebagian P tidaklah S
(“O” tidak dapat
diconversikan, maka inversi ini harus dihentikan dahulu dan kita mencoba lagi
dengan obverse)
Invertend
“I” :
Sebagian S tidaklah P
Observe (1)
“O” : Sebagian S
tidaklah adalah P
(Di sini pun terhenti karena “O”. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa kita tidak dapat menginversikan “I”)
d) Inversi “O”
Invertend
“O” :
Sebagian S tidaklah P
Observe (1)
“I” : Sebagian
S adalah tidak P
Converse (2)
“I” : Sebagian tidak
P adalah S
Conserve (3)
“O” : Sebagian tidak P tidaklah
tidak P
Terlihat bahwa proposisi “O” ini pun tidak dapat
diconversikan. Oleh karena itu, sebaiknya kita mencoba pertama-tama
dengan conversi.
Invertend “O” : sebagian S adalah tidak P
Ternyata proposisi “O” inipun tidak dapat diconversikan.
Oleh karena itu proses deduksi ini harus dihentikan. Hasilnya, proposisi “O”
ini tidak dapat diinversikan.
Berdasarkan pemaparan di atas, kita dapat
menyimpulkan bahwa dengan inversi penuh (1) “A” memberikan “I” , dan “(2) “E”
memberikan “O” ; sedangkan dengan inversi sebagian (1) “A” memberikan “O” , (2)
“E” memberikan “I” dan (3) “O” tidak dapat diinversikan.
Berikut ini table yang dibuat Mehra dan
Burhan yang memberikan gambaran tentang hasil-hasil penarikan konklusi secara
langsung.
5) Oposisi
Istilah oposisi mengandung dua pengertian. Pertama,
oposisi digunakan untuk menyatakan hubungan tertentu antara dua proposisi.
Kedua, oposisi digunakan untuk menyatakan sejenis penarikan konklusi secara
langsung. Pengertian yang pertama oposisi menunjukan hubungan antara empat
macam proposisi yang mudah kita kenal yaitu subalternasi, kontradiktori,
kontrari dan subkontrari. Pengertian yang kedua oposisi sebagai penarikan
konklusi secara langsung berarti penarikan suatu proposisi lainnya dalam bentuk
salah satu dari empat gabungan yang dinyatakan di atas. Mehra dan Burhan
memaparkan keempatnya satu persatu seperti berikut ini.
1) Oposisi Subalteranasi
Subalterasi merupakan hubungan yang terdapat antara dua proposisi
yang S dan P-nya sama tetapi kuantitasnya berbeda yakni hubungan antara “A” dan
“I” serta “E” dan “O”.
Berikut ini merupakan prinsip-prinsip subalteranasi
(1) Kebenaran pada proposisi universal berarti
kebenaran pula pada proposisi khusus yang bersesuaian dengannya, tetapi
kebalikannya tidak berlaku.
(2) Kesalahan pada proposisi khusus berarti
kesalahan pula pada proposisi universalnya yang bersesuaian tetapi keblikannya
tidak berlaku.
Jika proposisi universal benar, maka proposisi khususnya yang
bersesuaian pun benar. Atau, jika “A” benar maka “I” pun benar; dan jika “E”
benar, maka “O” pun benar. Misalnya jika pada, “Semua orang adalah berakal;
adalah benar, maka, “Sebagian manusia dalah berakal” juga benar. Jika
proposisi khusus salah, maka proposisi universalnya yang bersesuaian pun salah. Maknanya, jika “I” salah, maka “A” pun salah dan
jika “O” salah, maka “E” pun salah. Contohnya, jika pernyataan, “Sebagian orang
adalah berakal” benar, maka pernyataan, “Semua orang adalah berakal” salah.
Sebaliknya, jika proposisi universalnya salah, maka bentuk
khususnya yang bersesuaian tidak salah, tetapi diragukan. Misalnya, pada
proposisi, “Semua orang adalah bodoh” salah, maka proposisi khusus yang
bersesuaian, “Sebagian orang adalah bodoh” mungkin benar mungkin pula salah.
Demikian pula dengan “O” dan “E”.
2) Oposisi Kontrari
Oposisi kontrari adalah hubungan dua proposisi universal yang S
dan P-nya sama, tetapi berbeda kualitasnya. Jadi hubungan antara “A” dan “E”.
Prinsip oposisi ini yaitu kebenaran pada proposisi yang satu, berarti kesalahan
pada proposisi yang isinya, namun untuk kebalikannya tidak berlaku.
Jika “A” benar, maka “E” salah; sebaliknya
jika “E” benar, maka “A” salah. Misalnya, jika proposisi, “Semua manusia adalah
bijaksana”, dinyatakan salah maka proposisi “E” yang menyatakan persesuaiannya,
“Tidak seorang pun manusia adalah bijaksana” adalah salah. Jika proposisi “E”,
“Tidak seorang pun manusia adalah bijaksana” dinyatakan benar, maka preposisi
“A” yang berbunyi, “Semua orang adalah bijaksana” dinyatakan salah.
Kebalikan dari peraturan itu tidak benar.
Kesalahan bagi yang satu tidak berarti kesalahan bagi yang lainnya. Oleh karena
itu, jika ada proposisi, “Semua manusia adalah bjaksana” dinyatakan salah, maka
tidak berarti proposisi, “Tidak seorang pun manusia adalah bijaksana” yang
mrupakan hasil persesuaiannya dinyatakan benar. Proposisi “E” di sini diragukan.
3) Oposisi subkontrari
Oposisi subkontrari adalah hubungan antara dua proposisi khusus
yang S dan P-nya sama tetapi kualitasnya berbeda. Di sini hbungan antara “I”
dan “O”. Prinsipnya yaitu kesalahan pada yang satu berarti kebenaran bagi yang
lain, namun sebaliknya tidak berlaku.
Jika “I” salah, maka “O” benar, namun jika
”O” salah maka “I” benar. Misalnya, jika proposisi “I”, sebagian orang adalah
bijaksana” dinyatakan salah, maka proposisi “O”, sebagian orang tidaklah
bijaksana”, dinyatakan benar. Jika proposisi “O”, “Sebagian orang tidaklah
bijaksana”, dinyatakan salah, maka proposisi “I”, sebagian orang adalah
bijaksana”, dinyatakan benar.
Kebalikan dari peraturan itu tidak berlaku.
Kebenaran pada suatu proposisi tidak berarti kesalahan pada proposisi yang
lainnya. Jika proposisi “I”, “Sebagian orang adalah bijaksana” dinyatakan
benar, maka proposisi “O” “sebagian orang tidaklah bijaksana” tidak salah,
namun diragukan. Demikian pula pada “O”
dan “I”.
4) Oposisi Kontra diktori
Oposisi kontradiktori adalah hubungan antara dua proposis i yang S dan P-nya sama tetapi berbeda kualitas dan kuantitasnya. Yang dimaksud di sini
adalah hubungan antara proposisi “A” dengan “E” dan “I” dengan “E”. Prinsipnya
aalah kebenaran bagi yang satu berarti kesalahan bagi yang lannya, dan
sebaliknya.
Prinsip ini menyatakan bahwa dua poposisi yang kontradiktori jika satu benar, maka yang lainnya salah; dan jika yang satu salah ma ka yang lain nya benar. Dengan perkataan lain, keduanya tidak dapat sekaligus salah atau benar.
Karena itu dapat dikatakan bahwa oposisi kontradiktori ini merupakan bentuk oposisi yang sempurna dlam logika.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar